UTS MenJurII In-depth
"Omprengan, Ilegal Namun Esensial"
Pada suatu sore saat semester 3, setelah menyelesaikan kuliah saya pada hari itu, ibu saya mengirim pesan via Whatsapp. Pesan itu berisi ajakan untuk pulang bareng, karena saya pulang telat dan dia pulang lebih cepat dari biasanya. Kita berjalan ke depan jembatan penyeberangan GOR Sumantri dan mulai menunggu datangnya mobil dengan tulisan "BARAT" di kaca depannya. Kita akhirnya mendapatkan tumpangan setelah menunggu selama 5 menit. Mobil Gran Max tersebut hanya berisi 2 orang, termasuk sang pengemudi. Setelah memasuki mobil tersebut dan membayar ongkos RP 15 ribu, saya berusaha untuk tidur selama perjalanan.
Hendro Wirawan (52) sudah
menjadi supir omprengan selama 5 tahun. Omprengan secara umum bisa diartikan
sebagai kendaraan pribadi yang digunakan untuk transportasi umum. Berangkat
dari satu titik ke titik yang lain. Ongkos naik omprengan antara RP 13.000
hingga RP 25.000 tergantung tujuan, kendaraan, waktu dan kursi. Setelah
omprengan berangkat dari pangkalan, dia tidak akan berhenti atau "ngetem" untuk mengangkut penumpang
di pinggir jalan. Untuk omprengan yang tidak mempunyai pangkalan, supirnya
hanya akan menyisir pinggir jalan di lokasi-lokasi tertentu.
Mahasiswa dan karyawan
bekerja menggunakan sumber daya yang tidak tergantikan yakni waktu. Semua
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari harus dituntaskan dengan efisien.
Efisiensi dalam segi waktu, energi, dan uang. Perjalanan dari rumah yang berada
di luar Jakarta ke lokasi kantor atau kampus di Jakarta bisa sangat
menghabiskan sumber daya. Sering kali jika menggunakan kendaraan pribadi, untuk
bisa sampai di tempat tujuan tepat waktu jadwal berangkat harus dipercepat agar
terhindar dari macetnya jalan di Jakarta. Ini dapat menghabiskan waktu dan
energi, karena keduanya terpakai di jalan.
Jika menggunakan
kendaraan umum, sering tidak efisien dalam segi waktu. Ini disebabkan karena
kendaraan umum sering ngetem atau
berhenti di berbagai stasiun. Menggunakan kendaraan umum juga dapat menjadi
tidak efisien dalam segi keuangan, terutama jika tempat tinggal berada jauh
dari stasiun dan harus berkali-kali transit kendaraan.
Walaupun saya sesekali terbangun saat omprengan mengambil lebih banyak penumpang, saat masuk tol saya bisa tertidur lelap. Seperti biasa, semua mobil omprengan ke arah Barat melewati Jalan Tol Cawang-Halim dan memasuki Pintu Tol Bekasi Barat. Saat mendekati Metropolitan Mall, saya terbangun dan bersiap untuk turun. Ibu saya bertanya begitu tiba di depan MM, apakan sang supir akan berjalan lurus, ke kiri atau ke kanan di perempatan. "Kiri, ke arah galaxy." ia ucap, sambil melihat ke kaca spion dalam, memerhatikan penumpang lain yang turun. Saya dan ibu saya tidak jadi turun di MM, dan melanjutkan perjalanan.
Menurut Hendro, secara hukum
angkutan omprengan emang ilegal, tapi sebenarnya sama dengan membawa mobil
pribadi. Jalan-jalan membawa orang walaupun itu penuh. Anggap saja itu
keluarga. Namun mengangkut peumpang memang kesannya seperti angkutan umum.
Omprengan menggunakan plat hitam tapi menawarkan sebuah jasa, namun bukan
angkutan umum.
Menurut Peraturan MENHUB Nomer
PM 32 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 3, Angkutan Umum Dengan Kendaraan Bermotor Umum
Tidak Dalam Trayek adalah angkutan yang dilayani dengan mobil penumpang umum
atau bus umum dalam wilayah perkotaan dan/ atau kawasan tertentu atau dari
suatu tempat ke tempat lain, mempunyai asal dan tujuan tetapi tidak mepunyai
lintasan dan waktu tetap.
Hendro sendiri adalah
supir omprengan yang menyisir dan tidak punya pangkalan tetap. Omprengan tidak
terikat oleh organisasi, tak terikat dengan aturan. Aturan dibuat oleh kelompok
sendiri. Alasanya adalah karena omprengan bersifat sementara. Orang yang kerja,
pagi atau malamnya mempunyai jam kosong, disambi dengan mengompreng. Penumpang
omprengan bisa dibilang orang nebeng.
Selama di jalan sepanjang Kalimalang, kami bertiga ngobrol. Prosedur standar yang biasa saya dan ibu saya gunakan jika mendapatkan omprengan yang searah dengan jalan pulang adalah menanyakan nama pengemudi, nomor teleponnya, dan mencatat plat nomor kendaraan tersebut. Saat mobil mendekati perempatan Jaka Permai, kami turun di depan LIA dan berjalan kaki selama 5 menit ke rumah. Beberapa hari kemudian kami pulang di jam yang sama lagi, dan menelpon nomor Pak Hendro. Kali ini kita di antar sampai depan rumah, dan kita menjadi langganan sejak saat itu.
Menurut Peraturan MENHUB Nomer
PM 32 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 4, Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor
Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikan dan
menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
Hendro berkata jika ada
masalah antara omprengan dengan kendaraan umum, biasanya karena sejalur dengan
angkutan umum. Contohnya adalah di Jakarta, Cengkareng-Kalideres, omprengan dan
angkutan umum berebut penumpang. Sebaliknya, di Bekasi, Jatibening-Galaxy tidak
ada efek ke angkutan umum karena tidak berebut penumpang.
Omprengan memang ilegal,
tapi menurut Hendro banyak orang yang masih membutuhkan jadi apa salahnya
mereka membantu dan mewadahi. Jika yang numpang sudah tidak membutuhan
omprengan, mereka akan secara natural pindah. Setelah penumpang berkurang, misalnya
karena transportasi dan jalan umum sudah bagus, omprengan akan berkurang dan
bubar sendiri.
Data: Peraturan Menteri Perhubungan Republic Indonesia Nomer PM 32 Tahun 2016, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.